Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan laporan yang memperingatkan terjadinya kelangkaan air parah yang menimpa beberapa wilayah di dunia. Laporan tersebut menyoroti dampak buruk dari perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan terhadap ketersediaan air tawar.
Menurut laporan PBB, sekitar 2,3 miliar orang saat ini hidup di daerah yang dilanda kelangkaan air. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 3,5 miliar pada tahun 2050. Kekurangan air yang dialami ini memiliki dampak yang menghancurkan pada kesehatan, kesejahteraan, dan ketahanan masyarakat.
Wilayah yang paling parah terkena dampak kelangkaan air adalah daerah kering dan semi-kering di Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim telah memperburuk situasi, menyebabkan kekeringan yang lebih sering dan berkepanjangan.
Selain itu, pertumbuhan penduduk yang pesat juga memicu peningkatan permintaan air. Pertanian adalah pengguna air terbesar, dengan irigasi yang menyumbang sekitar 70% dari penggunaan air global. Praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, dapat mencemari sumber air dan semakin memperburuk kelangkaan.
Laporan PBB menekankan pentingnya manajemen air yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis kelangkaan air. Hal ini mencakup langkah-langkah seperti meningkatkan efisiensi penggunaan air, mempromosikan praktik pertanian yang hemat air, dan melindungi ekosistem air.
Organisasi internasional dan pemerintah nasional didesak untuk mengambil tindakan segera untuk mengatasi masalah mendesak ini. Dengan memastikan akses ke air bersih dan aman bagi semua orang, kita dapat melindungi kesehatan masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
GIPHY App Key not set. Please check settings